PILIH PMB

08 April 2009

http://pmbpasuruankota.blogspot.com

13 Sekjen Parpol Sepakati Pemilu JurdilPDFCetakE-mail
Ditulis oleh Republika online   
Monday, 06 April 2009

Senin, 06 April 2009  

JAKARTA -- Sebanyak 13 sekjen parpol peserta Pemilu 2009 dalam acara silaturahmi di Jakarta, Senin siang, menyepakati lima butir agar pelaksaan pemilu 9 April berjalan jujur dan adil (jurdil), langsung, umum, bebas dan rahasia (luber).

Kesepakatan itu dibacakan Sekjen PDIP Pramono Anung didampingi antara lain Sekjen Golkar Soemarsono, Sekjen PPP Irgan CM, Sekjen PAN Zulkifli Hasan, Sekjen Gerindra A Muzani, Waketum PPD Adi Massardi, dan Wasekjen PMB Budy Wiryono.

Pramono mengatakan, untuk mewujudkan pemilu yang jurdil, maka meminta seluruh seluruh kader dan simpatisan parpol ikut mengawasi pelaksanaan pemilu 9 April sesuai ketentaun UU yang berlaku.

"Demokrasi akan sehat apabila tidak ternodai dan terdistrosi oleh berbagai bentuk kecurangan dalam pemilu," katanya.

Para wakil parpol tersebut juga sepakat mendesak pemerintah dan KPU untuk melaksanakan pemilu secara jurdil dan luber serta aman dan bermartabat untuk menghindari berbagai bentuk praktik kecurangan, karena hal ini akan dapat menyebabkan berlarutnya sengketa pemilu.

Oleh karena itu, semua kader, simpatisan parpol berkewajiban untuk ikut mengamankan dan melancarkan pelaksaan pemungutan suara 9 April 2009.

Pramono mengatakan, keberbedaan parpol tidak melunturkan kebersamaan sebagai sesama komponen bangsa untuk lebih mengedepankan kepentingan negara dan bangsa di atas kepentingan parpol.

Ketika ditanya tentang daftar pemilih tetap (DPT) pemilu 2009, ia mengatakan, DPT yang baru sesuai Perppu telah ada penyempurnaan, namun masih ditemukan indikasi penambahan TPS di sejumlah daerah dan adanya indikasi banyaknya pemilih yang tidak terdatar, padahall mereka memilih pada pemilu 2004.

Dia berharap, agar KPU dan Pemerintah segera menyempurkan DPT dan TPS sesuai data penduduk yang berhak memilih.

Sedangkan Sekjen PAN Zulkifli Hasan meminta KPU agar mengizinkan warga yang tidak mendapat surat undangan pemilu atau berada di daerah lain, cukup dengan membawa KTP, dapat mengunakan hak pilihnya.
 

KEPALA SEKOLAH SDN BLANDONGAN PASURUAN BERKAMPANYE U CALEG GOLKAR DPR RI

http://www.pmbpasuruankota.blogspot.com

Kepala Sekola Dilaporkan Berkampanye
Panwas Berniat Serahkan ke Gakkumdu 

PASURUAN - Kepala sekolah (Kepsek) SDN Blandongan Pasuruan M. Kholili kini harus berurusan dengan Panwaslu setempat. Pasalnya Kepsek tersebut dilaporkan telah mengampanyekan seorang caleg Partai Golkar. Itu terjadi saat ada acara reformasi anggota komite sekolah tersebut pada Jumat (3/4) lalu. 

Yang dikampanyekan adalah Dra Hj Harbiah Salahuddin, caleg Golkar untuk DPR RI dari dapil II (Probolinggo-Pasuruan). Usai mengampanyekan caleg tersebut, Kholili lantas memberikan souvenir berupa jilbab warna kuning yang bergambar dan bertuliskan Golkar dan Hj Harbiah. 

Ketua Panwaslu Kota Pasuruan A. Zainurrifan mengatakan kasus ini bermula dari laporan masyarakat dan wali murid SD Blandongan sendiri. Ceritanya Jumat lalu sekitar pukul 09.00 sampai 10.30, SD Blandongan memang mengundang ratusan wali murid untuk acara reformasi anggota komite sekolah.

Ratusan wali murid pun datang ke sekolah pagi itu. Kemudian Kepsek mengumpulkan wali murid di aula sekolah yang terletak di lantai dua. Di aula tersebut, Kholili dan beberapa guru-guru hadir memberikan sambutan di hadapan wali murid. Sayangnya acara reformasi anggota komite itu diselipi kampanye. 

"Dari saksi yang kami mintai keterangan, yakni wali murid dan guru-guru sekolah, Kholili kemudian maju. Lantas ia membawa specimen surat suara. Selanjutnya Kholili secara lantang menyuruh wali murid supaya memilih Harbiah di pemilu nanti," kata Rifan, panggilan akrab ketua Panwaslu itu. 

Di hadapan wali murid, lanjut Rifan, Kholili bahkan membuka specimen kertas suara DPR RI. Lalu, Kholili mengajarkan cara memilih Harbiah. Bahkan kepsek tersebut berkali-kali menyerukan supaya di pemilu nanti memilih Harbiah. 

Setelah itu, Kholili duduk di kursi. Ia membuka jaketnya. Ternyata di dalam jaket tersebut, Kholili memakai seragam golkar. "Padahal, Kepsek jelas-jelas adalah PNS yang tidak boleh mengkampenyekan caleg," kata Rifan. 

Usai wali murid dikumpulkan di aula, kemudian wali murid digiring ke masing-masing kelas anaknya. Di dalam kelas itu, kata Rifan, kampanye berlanjut. Yakni wali murid diberi jilbab warna kuning dengan tulisan Harbiah dan partai Golkar.

Tindakan Kholili dinyatakan tegas telah melanggar tindakan pidana pemilu. Kholili dianggap melanggar UU 10/2008 tentang pelaksaan pemilu. Empat pelanggaran pun dijerat ke Kepsek tersebut. Yakni pasal 84 ayat 1 huruf h,j dan ayat 2 huruf e dab f. Pasal tersebut memiliki ancaman hukuman 6 sampai 36 bulan kurungan.

Beberapa saksi dan barang bukti pun telah dikumpulkan Panwas. "Diantaranya jilbab yang diserahkan ke wali murid, kartu undangan ke wali murid. Dan yang terpenting, ada guru yang sudah memberikan kesaksiannya. Kholili pun sudah kami panggil hingga tiga kali. Tapi ia tidak pernah datang karena beralasan sedang diopname," ujar Rifan. 

Meski demikian kasus ini, lanjut Rifan, akan diserahkan ke Gakumdu Polresta Pasuruan untuk segera diusut. "Ini juga ada pelanggaran pidananya. Yakni pasal 266 yang di dalamnya tertuang siapa saja yang memberikan barang atau materi, dapat dikenakan tindakan pidana pemilu. Apalagi Kholili adalah kepala sekolah," ujar Rifan.

Terkait kejadian tersebut, Bashori Alwi, Kepala Dinas Pendidikan Pasuruan mengatakan, semuanya diserahkan ke Panwas. "PNS memang dilarang ikut berkampanye ataupun berpolitik. Jadi kalau ada kepala sekolah yang ikut kampanye, berarti dia melanggar aturan. Namun saya sudah menyerahkan kasus ini sepenuhnya ke Panwas. Mereka (Panwas) kan punya prosedurnya," katanya ketika dokonfirmasi terpisah. 

Apabila nantinya Panwas dapat membuktikan, masih kata Bashori Alwi, tentunya ia juga akan menuruti UU tersebut. "Di UU tersebut kan sudah ada sanksinya. Jika memang terbukti, pasti kami akan memberikan sanksi disiplin ke M Kholili. Yang jelas PNS harus netral," tutur Bashori Alwi. (fun/yud) 

07 April 2009

Simpatisan PDIP di Kota Sampit Mabuk Miras, Diamankan

http://www.pmbpasuruankota.blogspot.com


Simpatisan Mabuk, Kampanye PDIP Ricuh

Liputan6.com, Sampit: Kampanye terakhir Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan di Kota Sampit, Kalimantan Tengah, Ahad (5/4), sempat ricuh. Kampanye awalnya berjalan lancar. Ribuan massa menikmati aksi para penyanyi Ibu kota. Di barisan massa juga terlihat anak-anak, meski peraturan melarang mereka ikut dalam kampanye.

Namun, situasi memanas ketika sejumlah simpatisan nyaris baku bukul hanya lantaran tersenggol saat berjoged dan terpengaruh minuman keras. Untungnya polisi bertindak cepat dan beberapa orang yang mabuk terpaksa diamankan.(ADO/Tim Liputan 6 SCTV)

Mahasiswa : Tolak Politisi Busuk

http://www.pmbpasuruankota.blogspot.com

Mahasiswa Ajak Warga Waspadai Politik Uang

Liputan6.com, Parepare: Puluhan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Parepare, Sulawesi Selatan mengajak warga agar waspada terhadap calon wakil rakyat atau partai politik yang mencari dukungan dengan membagi-bagi uang. Mahasiwa menilai politisi yang dengan membeli suara juga tak akan peduli pada rakyat jika berkuasa atau hanya akan menipu rakyat.

Aksi serupa digelar sejumlah mahasiswa di Ngawi dan Malang, Jawa Timur. Mereka menuntut supaya panitia pengawas pemilu dan kepolisian menindak tegas para politisi busuk yang membeli suara rakyat untuk mendapatkan kursi. Selain berorasi, pendemo juga mengusung sejumlah poster berisi penolakan terhadap politisi busuk.


06 April 2009

PRO OTONOMI

http://www.pmbpasuruankota.blogspot.com

Tak Ada Advokasi untuk Otda
Oleh : Maksum, Direktur Eksekutif The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP)

Memilih wakil rakyat untuk DPRD provinsi, DPRD kabupaten/kota, dan DPR selama ini dianggap satu paket. Sebab, fungsi utamanya memiliki kesamaan. Yaitu, melakukan legislasi, pengawasan, dan penganggaran. 

Sebenarnya ada satu karakter yang membedakan ketiganya. Yaitu, kedekatan dan pengetahuan tentang rakyat yang diwakilinya. Saya menilai DPRD, terutama kabupaten dan kota, memiliki pengetahuan dan kesadaran yang lebih dibanding lainnya.

Itu tidak semata disebabkan berdomisili di daerah. Tetapi, karena tekadnya untuk memajukan daerah dan masyarakat yang diwakili, dilihat, dan dirasakan denyutnya setiap hari. Benarkah demikian?

Mengamati kampanye caleg-caleg yang terpampang mulai, billboard mewah hingga stiker yang ditempel sembarangan, tampaknya, tidak demikian. Saya agak pesimistis dengan sense para calon legislator daerah tersebut. Sebab, mereka lebih menonjolkan ''siapa saya" daripada ''mandat apa yang akan dilakukan" bila terpilih.

Para caleg mungkin lupa bahwa daerah memiliki otonomi. Yaitu, perangkat kebijakan yang bisa memajukan daerah, memajukan kesejahteraan rakyat, bahkan mengurangi beban rakyat.

Pesimisme saya tidak berlebihan. Tengok saja, kampanye para caleg DPRD secara tertulis. Sangat sedikit yang menjadikan otonomi sebagai referensi. Mereka lebih banyak menyampaikan visi menyelamatkan uang rakyat, melestarikan budaya, meneruskan reformasi, dan janji-janji lain.

Sebenarnya isu otonomi tidak sulit untuk menjadi bahan kampanye. Misalnya, visi keterjangkauan pendidikan, kesehatan, dan kemudahan pelayanan izin dan investasi. Bahkan, bisa pula berupa visi pertumbuhan ekonomi, pemerataan, dan pemberdayaan ekonomi lokal. Atau, isu perbaikan lingkungan dan pengentasan kemiskinan.

Saya pikir, keharusan para calon legislator agar cermat memahami kebutuhan dan permintaan masyarakat lokal tidak berlebihan. Mereka sekarang dipilih berdasar suara terbanyak calon, bukan partai. Karena itu, mereka berada pada posisi lebih mewakili pemilih daripada parpol.

Masyarakat pun bisa cerdas memilih caleg DPRD. Salah satunya berdasar isu otonomi daerah yang diusungnya. Isu yang mewakili kepentingan riil masyarakat daerah. 

Begitu pula calon anggota dewan perwakilan daerah (DPD). Tugas utama DPD adalah menjembatani kepentingan pusat dan daerah. Lebih tepat lagi mewakili kepentingan otonomi daerah dalam setiap kebijakan pemerintah. 

Sekali lagi, caleg bervisi otonomi daerah perlu menjadi pertimbangan untuk dipilih. Minimal mereka yang punya visi dan aktivisme otonomi daerah. Sebagaimana pesan pepatah ''jangan beli caleg dalam karung". (*)